Kamis, 13 Juni 2013



MATA KULIAH : TEKNIK EVALUASI PEMBANGUNAN
 EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN JALAN PEDESAAN
STUDI KASUS : POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT  dengan alat analisis : (Multi Criteria Evaluation) MCE.




OLEH :
MOHAMMAD. FIKRI EKA SETIAWAN
( 36. 09. 100. 007 )



INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
SURABAYA, TAHUN - 2013
 



Latar Belakang Pembahasan
Kemiskinan di wilayah pedesaan indonesia masih tinggi dan ditandai dengan adanya kerentanan, ketidak berdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan penduduk pedesaan untuk dapat menyampaikan aspirasi ke pemerintah atau instansi pemerintah di desannya. Untuk mengatasi kemiskinan, diperlukan usaha pembangunan aktivitas dan kegiatan perekonomian, dan pembangunan fisik seperti infrastruktur didaerah pedesaan. Jalan pedesaan adalah salah satu upaya membuka keterisolasian wilayah pedesaan dari sumber-sumber informasi dan penghubung ke pusat-pusat produksi dan tempat-tempat distribusi/pemasaran. Selain itu, jalan perdesaan memudahkan jangkauan penduduk ke pusat-pusat pelayanan sosial dan budaya seperti: sarana pendidikan (sekolah), kesehatan (puskesmas,posyandu), dan ibadah.  Jalan pedesaan dianggap menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat perdesaan dari kemiskinan dan kebodohan. Oleh karena itu, pembangunan jalan pedesaan dapat menjadi batu loncatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat pedesaan. Dewasa ini, pemerintah mulai memperkenalkan program pembangunan yang melibatkan masyarakat dimulai dari tahapan pengusulan kegiatan/proyek sampai dengan pemeliharaannya.

Salah satu program dengan pelibatan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh pemerintah adalah PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan). Peneliti terdorong untuk melakukan evaluasi dan perbandingan dengan pengerjaan oleh pihak ketiga, khususnya untuk penngarap proyek maupun pengadaan proyek  pembangunan jaringan jalan perdesaan. Selain itu, peneliti juga akan mengkaji sejauhmana PPIP telah berkontribusi dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat menjalankan aktivitas sosial, ekonomi, dan budayanya. Penelitian dilakukan di Desa Kuajang, Mammi dan Mirring, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Wilayah tersebut dipilih karena saat ini kondisi aksesibilitas dan infrastruktur seperti,  jalan antar desa semakin baik sejak masuknya proyek PPIP(Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan), didaerah Provinsi Sulawesi Barat tepatnya, di pedesaan Mammi dan Mirring, Desa Kuajang ini.




Pengertian dari infrastruktur dalam program pembangunan jalan pedesaan menurut sumber dari Wikipedia tahun (2010), infrastruktur yang ada didaerah pedesaan harus dan wajib untuk dibangun karena merupakan bagian dari sistem transportasi yang penting disuateu daerah pedesaan dengan adanya sistem transportasi dan infrastruktur seperti pembangunan jalan ini dapat memindahkan masnusia atau barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan menggunakan beberapa suatu transportasi atau kendaraan yang akan digerakkan oleh manusia dan mesin jalan adalah merupakan suatu kebutuhan yang paling vital didaerah pedesaan infrastruktur seperti adanya transportasi dasar fisik pengorganisasian untuk sistem dan struktur yang diperlukan dan serta dibutuhkan untuk layanan dan fasilitas-fasilitas disektor publik maupun privat seperti contohnya : jalan umum, bandara udara, stasiun kereta api, dan danau atau waduk. Untuk pengelohan limbah, listrik, pematusan dan lainnya dalam rangka untuk saling mendukung kelancaran suatu aktivitas dan kegiatan perekomian disuatu daerah pedesaan di desa kuajang, polewali mandar, sulawesi barat.

Dalam beberapa pengertian, istilah dalam infastruktur termasuk dalam fasilitas infrastrukturnya yaitu adalah kebutuhan dasar dari sosial dan dari dasar kebutuhan antara lain seperti : sekolah, bekerja, dan rumah sakit (R.S), dengan kata yang lain infrastruktur dapat diartikan sebagai kebutuhan fisik bagi masyarakat didaerah pedesaan terhadap sistem jalan yang memadai, layak, dan baik yang berupa, sarana dan prasarana seperti jalan arteri/utama, jembatan, dan drainase  yang menuju dan menghubungkan ke kota dari desa kaujang, poleweali mandar, provinsi sulawesi barat. Sebagai untuk kelengkapan serta sarana dan prasarana jalan desa didaerah pedesaan yaitu, didesa kaujang, polewali mandar, sulawesi barat. Seperti adanya transportasi umum, lampu jalan (PJU), dan median jalan yang akan melengkapi jalanan pedesaan tepatnya didesa kaujang, polewali mandar, sulawesi barat. Untuk melengkapi kebutuhan yng mengubungkan antara desa kaujang dan kota dipolewali mandar diberikan beberapa alternatif seperti berikut :
a)       Sistem pertransportasian pedesaan didesa kaujang, polewali mandar.
b)       Adanya penambahan jalan pedesaan dan infrastruktur desa dan pengkonstruksian.
c)       Pemberdayaan masyarakat pedesaan didesa kaujang, polewali mandar.

d)       Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) didesa kaujang, polewali mandar, sulawesi barat.
e)       Penggunaan untuk evaluasi pembangunan  menggunakan Multi Character Evaluation (MCE).

Sumber : Bachri N. Tahun 2010. Evaluasi Pembangunan Jaringan Jalan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.      
Analisa dan Permasalahan Studi Kasus
Untuk peningkatan infrastruktur seperti jalan desa didaerah desa kaujang, polewali mandar, provinsi sulawesi barat ini berguna dan banyak memilki manfaat yang begitu besar dalam pemanfaatan serta peningkatan jalan desa yang dibangun oleh pemerintah polewali mandar, sulawesi barat. Sebelum adanya peningkatan dan pembangunan jalan desa oleh pemerintah sulawesi barat warga atau masyarkat yang tinggal didesa kaujang itu sendiri sulit untuk mengakses untuk kekotanya dikarenakan sebelum ada jalan desa dipedesaan kaujang sendiri warga atau masyarakat memutar arah sekitar ± 3 s/d 5 Km, untuk menuju jalan yang menuju kota sekitar maka dari itu pemerintah membangunkan serta meningkatakan jalan desa yang dibangun dipedesaan kaujang ini. Sehingga aksesibilitas menuju kota lebih cepat dan mudah sekali untuk diakses oleh warga atau masyarakat sekitar yang tinggal dipedesaan kaujang, polewali mandar ini.  
serta bisa dimanfaatkan oleh para wisatawan maupun warga dari luar kota ataupun dari luar wilayah pedesaan kaujang dan disekitarnya, kondisi jalan yang berada di daerah pedesaan kaujang maupun wilayah studi kasus ini telah mengalami peningkatan banyak untuk dimanfaatkan saat ini yang terselenggara sejak adanya PPIP. Peningkatan infrastruktur seperti jalan pedesaan ini memiliki masing-masing desa yang secara jelas dapat disajikan dengan data dan tabel seperti dibawah ini :  
Tabel 1.1 Peningkatan kondisi jalan setelah PPIP tahun 2009-2010, di Desa Kaujang.
No.

Jenis infrastruktur desa
Jumlah
PPIP tahun. 2009
PPIP tahun. 2010

§  Jalan rabat beton
§  Perintisan jalan
§  Pengerasan jalan dan talud
§  Jembatan kayu

§  Plat duicker

§  Gorong-gorong
406 m
200 m
-

16 m

16 Unit

2 Unit
440 m
-
578 m
-

3 Unit

2 Unit
       Sumber : PPIP tahun 2009 s/d tahun 2010 Desa Kaujang, Polewali Mandar, Sulbar.
Kegiatan yang berada PPIP pada saat tahun 2009 dan tahun 2010 yang dimilki oleh desa kaujang telah ada perbaikan sehingga masyarakat dapat menjalankan roda perekonomian dan kegiatan atau aktivitas sehari-harinya terutama pada aksesibilitas bagi masyarakat desa kaujang sendiri yang dahulunya jalan tanah atau makadaman sekarang menjadi beraspal atau berpaving block.   
Tabel 2.1 Peningkatan kondisi jalan setelah PPIP tahun 2009-2010, di Desa Mammi.
No.

Jenis infrastruktur desa
Jumlah
PPIP tahun. 2009
PPIP tahun. 2010

§  Jalan rabat beton

§  Pengerasan jalan dan talud

§  Plat duicker


§  Gorong-gorong
836 m


-

5 Unit


-
440 m


800 m

-


2 Unit
       Sumber : PPIP tahun 2009 s/d tahun 2010 Desa Mammi, Polewali Mandar, Sulbar.
Di Desa Mammi yang terletak didaerah kabupaten polewali madar, sulawesi barat pada umumnya ditingkatkan dan diperbaiki untuk peningkatan jalan yang digunakan sebagai infrastruktur bagi warga atau masyarakat sekitar desa mammi. Agar mudah diakses untuk menuju ke kota dan penigkatan jalan di desa mammi ini sendiri menjadi status dengan jalan rabat beton, jalan sirtu (Makadaman), dan paving block. Total panjang yang dikerjakan oleh pemerintah selama masa pembangunan 2009 s/d 2010 adalah 2,1 Km yang dahulunya adalah jalan tanah dan berlumpur.
Penyebaran angket atau kuisioner kepada 161 respondent yang akan dilakukan untuk dapat mengetahui tentang pendapat masyarakat mengenai kondisi jaringan jalan yang berada dipedesaan tepatnya diwilayah studi ini dalam pembahasan tugas kuliah yaitu dilihat dari pendapat masyarakat yang akan dikelompokkan sebagai berikut ini yaitu :
Mudah = Aktivitas lancar dan cepat serta tidak adanya hambatan dari perjalanan yang akan ditempuh oleh masyarakat.
Sedang = Aktivitas lancar dan cepat tetapi, terdapat sedikit yang menghambat perjalanan, misalnya : jalanan kutrng mulus dan bergelombang.
 Kurang = Aktivitas belum lancar, nyatanya malah mlambat, banyak sekali hambatan dalam perjalanan dan pada hujan atau musim hujan tidak bisa dilalui. 
Sulit = Aksesibilitas jalan yang dilalui masyarakat masih berupa jalan dengan tanah, sulit sekali untuk dilalui dengan kendaraan massal atau roda empat dan roda dua pada musim hujan turun tidak bisa dilalui dan dilewati jalanan ini.

Dari hasil pengolahan data kuisioner dan penyebaran angket kepada 161 respondent dari kedua desa bahwa dapat ditunjukkan aksisbilitas dan kegiatan, aktivitas, dan budayanya masyarakat “Sedang” sampai “Mudah” baik yang digunakan oleh masyarakat yang akan melakukan perjalanan dengan menggunakan kaki atau berjalan kaki, sepeda angin, sepeds motor, maupun dengan menggunaakan mobil. Akan tetapi, aksesibilitas yang akan ditempuh menjadi sarana rekreasi yang dianggap kurang menarik dikarenakan dan sebabkan oleh adanya prioritas pembangunan jalan pedesaan yang lebih diarahaka pada pembangunan jalan pedesaan di Desa Kuajang dan Desa Mammi ini yang terletak diwilayah studi ini yaitu di polewali mandar sulawesi barat.
Pada bagian analisa dan pembahasan masalah ini dapat diberikana salah satu contoh analisis MCE yang akan diuraikan nantinya dari hasil penelitian studi kasus ini dengan beberapa tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Dinas maupun Instansi pemerintahan dari polewali mandar secara teknisnya (dalam hal ini diwakili oleh Dinas Pekerjaan Umum P.U. Bina Marga provinsi maupun kabupaten). Untuk menangani pekerjaan seperti infrastruktur dan jaringan jalan dipedesaan yang sama yaitu, Desa Kaujang dan Desa Mammi, Polewali Mandar.
Hasil analisis dengan menggunakan MCE dapat diuraikan sebagi berikut :  
a.    Perencanaan :
Dalam hal ini tahapan perencanaan dapat melakukan analisis dan perbandingan antara kegiatan perencanaan PPIP dengan perencanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum (P.U Bina Marga), dan yang akan menilai dari beberapa aspek untuk identifikasi masalah dan usulan dari progam-program yang dilaksanakan, teknis untuk mendesain, gambaran rencana desain.ketersediaan lahan dan juga biaya untuk perencanaan dengan hasil analisis sebagai berikut ini :  
Aspek dan kegiatan
PPIP
Dinas Pekerjaan Umum (P.U)
Identifikasi masalah & usulan program
3
2
Teknis desain
1
3
Gambar recnana desain
1
3
Ketersedian lahan
3
1
Biaya perencanaan
3
2
Sumber PPIP tahun 2009 dan 2010 Sulbar.
Evaluasi suatu proyek atau pembangunan progrtam dari pemertintah menggunakan Evaluasi multi-kriteria (MCE) yang akan dilakukan terhadap ke-lima aspek yang memilki tahap-tahapan dalam melaksanakan perencanaan seperti diatas ini dan memiliki output atau hasil dari evaluasi pmbangunan program, proyek dan lainnya yang dapat disajikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut ini :   
Tahapan Perencanaan :
Contoh : Diagram batang untuk tahapan perencanaan mengunakan metode MCE dan digunakan untuk evalusi pembangunan atau proyek.
b.    Pelaksanaan :
Dalam pelaksanaan dilakukan analisis dan perbandingan antara kegiatan pelaksanaan PPIP didaerah polewali mandar, sulawesi barat dengan pelaksanaan dari DinasPekerjaan Umum  yaitu Bina Marga yang akan memiliki penilaian dari aspek-aspek metode pelaksanaan, dalam waktu pelaksanaan program, pembangunan, dan proyek. Untuk  digunakan sebagai biaya pelaksanaan, tenaga kerja, bahan material dan lainnya. Untuk dapat membantu berjalannya pembangunan suatu program pemerintah dalam mengamil beberapa hal untuk menentukkan keputusan dan tahapan pelaksanaan yang terbaik dan sesuai dengan krieria ataupun prosedur dari kebijakan yang ada dan ditetapkan untuk memenuhi kriteria dalam penilaian yang telah dijelaskan pada tahap sebelumnya. Dari kelima aspek dalam tahapan pelaksanaan pembangunan suatu program yang akan dikumpulkan dalam satu matriks.  


c.    Pengawasan :
Dalam tahapan pengawasan dilakukan juga analisis dan perbandingan antara kegiatan pengawasan melalui PPIP dari daerah polewali mandar, sulawesi barat dengan melalui pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum yang akan menilai program pembangunan yang akan dilakukan serta dilaksanakannya program ini dari beberapa aspek-aspekorganisasi pengawasan, dari pembiayaan, pengawasan, frekuensi pengawsan dan kualitas pekerjaan. Untuk dapat membantu dalam pengambilan keputusan atas tahapan yang pengawasannya terbaik sesuai dengan kriteria penilaian yang telah dijelaskan pada sebelumnya yaitu dari kekmpat aspek dan tahapan pengawasan yang dikumpulkan sebelumnya.


                                                                                                  

Sabtu, 26 Januari 2013

Analisis AHP (Analitycal Hierarcy Process

• Pengertian AHP (Analythical Hierarchy Process)
Teknik analisa yang mengorganisasikan suatu informasi untuk menentukan alternatif pilihan yang paling disukai (prioritas) berdasarkan persepsi rasional seseorang (expert/tenaga ahli). Dalam mengorganisasikan informasi yang diinginkan akan didapatkan melalui wawancara dengan penyebaran kuisioner kepada responden, antara lain: pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

• Prinsip AHP (Analythical Hierarchy Process)
Penyusunan Hierarki Penyusunan struktur persoalan. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya : menentukan sasaran, kriteria dan alternatif. kemudian disusun menjadi struktur hierarki (Marimin,2004).

• Penentuan Prioritas AHP (Analythical Hierarchy Process)
1. Nilai perbandingan berpasangan relatif kemudian diolah untuk menentukan bobot atau prioritas relatif dari seluruh alternatif.
2. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks (matriks berpasangan) atau melalu penyelesaian persamaan matriks.
3. Dari penghitungan matriks berpasangan akan didapatkan nilai eigen yang digunakan untuk penentuan prioritas. Cttn : proses ini dapat otomatis dilakukan software analisis yaitu software Expert Choice 11

• Uji Konsistensi Konsistensi Ratio (CR)
- Penghitungan konsistensi dilakukan karena pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa ketidakkonsistensian prefensi seseorang.
- Bila nilai CR > 0,1, maka tidak konsisten sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap level-level hierarki atau pengulangan pada tahap kuisioner.
- Bila CR ≤ 0,1 maka matriks perbandingan tersebut bisa diterima.

 • Tahapan Analisis AHP (Analythical Hierarchy Process) 1. Penyusunan Hierarki
                                                           Gambar Rancangan Hierarki
2. Sintesa criteria dan alternatif Penilaian terhadap kriteria dan alternative dilakukan dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparation). Menurut Saaty (1983, dalam Pratiwi, 2010), untuk menilai berbagai persoalan, skala yang terbaik dalam mengekspresikan pendapat adalah skala 1-9.

 3. Penyebaran kuisoiner

 4. Skala perbandingan
Tabel Skala Perbandingan Saaty

Sumber: Saaty dalam Pratiwi, 2010

Dimana nilai perbandingan A dengan B adalah “1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A” {1/(B/A)}

5. Matriks Perbandingan Berpasangan
Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

6. Pembobotan kriteria dan alternatif Dari output matriks perbandingan berpasangan tersebut, maka dapat diketahui bobot dari kriteria dan alternatif yang dapat diprioritaskan

7. Uji konsistensi, bila CR>0,1 (tidak konsisten, maka kembali melakukan penyebaran kuisioner)
Perhitungan terhadap konsistensi perlu dilakukan karena pada keadaan nyatanya akan terjadi beberapa ketidakkonsistensian preferensi dari responden yang ditentukan. Tahapan uji konsistensi dapat dilakukan dengan cara:
1) Mengalihkan bobot setiap kriteria dengan nilai perbandingan berpasangan;
2) Menjumlahkan hasil kali;
3) Membagi jumlah hasil kali dengan bobot sehingga diperoleh eigenvector;
4) Menghitung eigenvalue kemudian menghitung Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR).


Tabel Nilai Index Random
Sumber: Saaty dalam Pratiwi, 2010
 Jika nilai CR > 0,1 maka tidak konsisten sehingga perlu dilakukan iterasi/pengulangan ulang terhadap level-level hierarki atau pengulangan pada tahapan kuisioner.
 Jika nilai CR < 0,1 maka matriks perbandingan tersebut bisa diterima.

8. Prioritas criteria dan alternatif
Setiap kriteria dan alternatif yang ada perlu dilakukan alternatif perbandingan berpasangan. Nilai dari perbandingan tersebut yang kemudian akan diolah menjadi penentuan bobot dari seluruh alternatif sehingga dapat diketahui kriteria dan alternatif yang menjadi prioritas. Bobot atau prioritas tersebut dapat dihitung dengan memanipulasi matriks berpasangan atau melalui penyelesaian persamaan matriks. Dari perhitungan matriks berpasangan akan diketahui nilai eigen yang akan digunakan sebagai nilai untuk penentuan prioritas. Besarnya nilai perbandingan antara dua kriteria/alternatif yang diperoleh dari responden yang akan ditentukan dihitung sebagai keputusan kelompok.

Senin, 31 Oktober 2011

Tugas PKP II individu tentang Reklamasi untuk Pengembangan kawasan pantai Jakarta Utara

BAB I
PEMBAHASAN
1.1. Pembahasan Materi
Reklamasi untuk Pengembangan Jakarta Utara, Pengembangan kawasan Utara Jakarta harus memperhatikan aspek peningkatan beberapa fungsi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030, juga disusun rencana pengembangan kawasan Jakarta Utara. Dari mulai pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum, dan memelihara kelestarian bangunan dan lingkungan sejarah, sampai kepentingan penyelenggaraan kegiatan keamanan negara. Dalam peraturan tersebut, pengembangan kawasan Pantai Utara Jakarta dilakukan untuk menjamin perlindungan ekosistem, pelestarian hutan lindung, hutan bakau, dan biota lautnya. Pengembangan kawasan ini harus memperhatikan aspek peningkatan fungsi Pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan, jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas.
Hal ini dilakukan secara serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu. Tapi, belakangan rencana pengembangan wilayah ini dikritisi. Sekitar 10 LSM antara lain WALHI Eknas, LBH Jakarta, Institut Hijau Indonesia, KIARA, Koalisi Warga 2030, dan Forum Komunikasi Rakyat jalan Antasari, meminta pemerintah membatalkan pengesahan Perda RTRW 2030. Perda ini dianggap hanya akan menghancurkan Jakarta dan tidak membuat Jakarta bebas bencana. Seperti penanganan terhadap ancaman bencana banjir dan kebakaran. Padahal, tingkat bencana di Jakarta saat ini dan hingga 2030 akan semakin tinggi. Pengembangan wilayah Jakarta Utara memang tidak lepas dari upaya untuk melakukan reklamasi di Pantai Utara.





Gambar: Pesisir yang direncanakan secara matang dan dimanfaatkan sebagai tempat obyek wisata.
Tuduhan mengenai hal ini karena analisis dampak lingkungan (Amdal) tentang reklamasi sudah dicabut. Tapi, Kepala Dinas Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta, Wiryatmoko, memastikan reklamasi Pantai Utara memiliki payung hukum yang lebih tinggi dari Perda, yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekjur. Koordinasi dengan wilayah lain, seperti Banten dan Jawa Barat, sudah dilakukan. Pengembangan kawasan ini akan diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu mencakup rencana teknik reklamasi, pemanfaatan ruang hasil reklamasi, rancang bangun, analisis dampak lingkungan, rencana kelola lingkungan, hingga rencana pembiayaan. Sementara itu, peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas menyampaikan, dalam masalah reklamasi, yang lebih penting diselesaikan adalah masalah ekonomi sosial masyarakat pesisir. Pemerintah maupun pihak terkait harus berpihak pada persoalan ini, jangan sampai masyarakat dirugikan. "Pengembangan wilayah tidak ada salahnya diimplementasikan. Pihak terkait harus melaksanakan fungsinya dengan benar. Bila masalah sosial ekonomi diselesaikan pasti tidak ada masalah," katanya kepada media masa elektonik VIVAnews.




Heri menambahkan, reklamasi dan pengembangan kawasan Pantai Utara Jakarta secara teknis memang terintegrasi dengan tanggul raksasa. Meski hal itu masih dalam rencana jangka panjang, dan baru masuk dalam tahap konseptual dan alternatif solusi. Sementara itu, detail desain masih dibicarakan dan dibutuhkan waktu sekitar lima tahun, dan masa perpanjang dua tahun, sebelum diatur mengenai Amdal secara mendalam. "Kami baru sadar ada ancaman Jakarta tenggelam. Dari hasil penelitian dan data, pada 2050 ada 30 persen wilayah Jakarta akan terkena dampak dari banjir rob. Bila implementasi dapat selesai pada 2025, itu sudah paling cepat," katanya.
2.2. Pembahasan dari Jurnal
Reklamasi Pantai Jakarta Hancurkan Daya Dukung Ekologi KotaReklamasi pantai utara Jakarta kembali mencuat. Untuk memberikan kesan seolah-olah proyek ini ramah lingkungan maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta akan melakukan revitalisasi bersamaan dengan reklamasi Pantura Jakarta. Revitalisasi dengan tetap mengijinkan reklamasi pantai untuk kawasan komersial dan hunian mewah di Jakarta sudah dapat dipastikan tidak akan mampu mengatasi dampak sosial dan lingkungan yang terjadi akibat penambahan kawasan komersial di lahan hasil reklamasi. Pasalnya, pembangunan kawasan komersial baru di kawasan hasil reklamasi itu dipastikan akan samakin menjadikan kota ini sebagai daerah tujuan urbanisasi. Akibatnya, problem sosial dan ekologi di kota ini semakin sulit dipecahkan.
Problem ekologi yang segera muncul dari meledaknya urbanisasi di Jakarta adalah bertambahnya volume sampah di kota ini. Menurut Walhi, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). Volume itu dipastikan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya manusia yang ada di Jakarta.


Padahal kebanyakan kota-kota di Indonesia, termasuk Jakarta, hanya mampu mengumpulkan dan membuang kurang lebih 60 persen dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60 persen itu, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).

Gambar: Pesisir Indonesia yang dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi serta berwisata oleh penduduk sekitar pesisir ini yang terdapat di Inddonesia ini.
Bukan hanya sampah, meningkatnya kawasan komersial di Jakarta yang difasilitasi oleh reklamasi Pantura Jakarta dipastikan juga akan menarik kendaraan bermotor pribadi masuk ke kota ini. Akibatnya, kemacetan lalu lintas dan polusi udara akan semakin parah terjadi. Meskipun berbagai infrastruktur transportasi di bangun di kota ini dipastikan tidak akan mampu mengatasi kemacetan lalu lintas dan polusi udara bila daya tarik Jakarta terus saja difasilitasi untuk tetap tumbuh.
Pembangunan kawasan komerisal baru di lahan hasil reklamasi Pantura Jakarta juga dipastikan akan mengubur mimpi kota ini untuk dapat mengatasi banjir yang terjadi pada musim hujan dan yang disebabkan oleh air pasang laut.
Data dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyebutkan bahwa aktivitas pembangunan kota selama ini telah menyebabkan dari 2.000 juta per meter kubik air hujan yang turun di Jakarta tiap tahun, hanya 26,6 persen yang terserap dalam tanah. Sementara itu, sisanya, 73,4 persen, menjadi air larian (run off) yang berpotensi menimbulkan banjir di perkotaan (BPLHD DKI Jakarta, 2007). Bukan hanya itu, pengambilan air tanah secara besar-besaran ditambah beban bangunan di atas kota Jakarta telah menyebabkan penurunan permukaan tanah di kota ini beberapa sentimeter dalam setiap tahunnya. Artinya, potensi banjir di Jakarta akan semakin besar dengan penambahan kawasan komersial baru di lahan hasil reklamasi Pantura itu.


Gambar: Pesisir pantai yang berada diwilayah perbatasan negara Indonesia dan Malaysia.

2.3. Deskripsi Singkat
Untuk itu, Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta (Klin-J), Walhi Jakarta dan OneWorld-Indonesia sebagai organisasi yang concern terhadap persoalan lingkungan hidup mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk meninjau ulang bahkan membatalkan proyek reklamasi Pantura Jakarta yang akan dimulai tahun 2009 mendatang. Menurut kami, tata ruang kota Jakarta secara keseluruhan sejatinya sudah tidak mampu menerima adanya penambahan kawasan komersial baru. Defisit tanah bagi industri properti dan RTH seharusnya dijadikan pertanda bahwa daya dukung ekologi dan sosial Jakarta sudah tidak layak bagi munculnya kawasan komersial baru, bukan justru memaksakannya kehadiran kawasan komersial baru dengan proyek reklamasi.
Pemprov DKI Jakarta harus segera duduk bersama dengan DPRD dan para pihak lainnya guna membahas persoalan reklamasi Pantura Jakarta dari prespektif tata ruang wilayah yang mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan ekologi dan sosial. Pemprov DKI Jakarta harus mulai berani membatasi pengaruh para juragan properti yang ingin tetap menancapkan bisnisnya melebihi daya dukung ekologi dan sosial kota ini berikut ini adalah contoh gambar yang terjadi dipesisir Indonesia.


Gambar: Pesisir yang terdapat diIndonesia dan tidak terawat sehingga kumuh seperti gambar diatas.

BAB III
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat saya tarik menjadi kesimpulan yaitu: Reklamasi Pantai Jakarta Hancurkan Daya Dukung Ekologi KotaReklamasi pantai utara Jakarta kembali mencuat. Untuk memberikan kesan seolah-olah proyek ini ramah lingkungan maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta akan melakukan revitalisasi bersamaan dengan reklamasi Pantura Jakarta. Revitalisasi dengan tetap mengijinkan reklamasi pantai untuk kawasan komersial dan hunian mewah di Jakarta sudah dapat dipastikan tidak akan mampu mengatasi dampak sosial dan lingkungan yang terjadi akibat penambahan kawasan komersial di lahan hasil reklamasi.
Yang dapat saya simpulkan dan tarik menjadi kesimpulan yang benar adalah: seharusnya pemerintah provinsi Jakarta Utara harus bekerja lebih keras, untuk menangani persoalan yang terjadi dikawasan pesisir Indonesia terutama pesisir yang tidak seberapa ditangani dengan baik oleh pemerintah Indonesia untuk dijadikan sebagai tempat wisata juga sarana untuk tempat rekreasi bagi masyarakat sekitar dan luar daerah serta wisatawan asing maupun lokal yang tidak seberapa untuk perbaikan sebuah tempat atau kawasan pesisir.



BAB IV
PENUTUP
4.1 Kata Penutup
Demikian penjelasan serta pembahasan yang terlampir diatas ini adalah judul dan tema yang menyangkut tentang reklamasi untuk Kawasan Jakarta Utara serta kawasan pesisir yang ada diIndonesia serta pesisir yang terdapat dinegara perbatasan Indonesia dengan, Singapore ataupun Malaysia, dan pesisir yang perlu ditata maupun direncanakan lebih matang kembali adalah pesisir yang terdapat diJakarta Utara itu harus kembali direncanakan dan perlu perencanaan yang matang kembali serta harus dapat pengkajian ulang agar kawasan pesisir yang terdapat di Jakarta Utara ini tidak mangkrak atau semrawut karena penataan serta perencanaan yang kurang baik.
Apabila kawasan pesisir Jakarta Utara dimanfaatkan dengan baik serta perencanaan yang matang dan baik juga maka, pesisir diwilayah Jakarta Utara dapat dimanfaatkan dengan baik seperti contoh pesisir diIndonesia yang dapat dimanfaatkan dengan baik adalah pesisir di P.Kangean (Madura), Tanjung Benoa (Bali), Bunaken (Manado), Raja Ampat (Papua) dan lain sebagainya. Ini karena adanya dorongan dari pemerintah provinsi juga daerah sekitar sehingga, tercapainya pesisir yang baik ini dapat dimanfaatkan dengan baik juga contoh: Pemanfaatan pesisir yang baik ini dimanfaatkan dengan Diving,Snorkling,rekreasi lainnya seperti: Banana boat, Surfing, Wind surf dan lainnya.

CRITICAL REVIEW
4.2. Critical Review
Dari hasil pembahasan diatas dapat saya mengkritisi dan merivew kembali dari pembahasan saya yang telah terselesaikan sebagai bagian dari tugas individu perencanaan kawasan pesisir II yang mengkritisi tentang pesisir diwilayah Indonesia ini contoh yang saya ambil adalah kawasan pesisir yang terdapat diJakarta Utara, kawasan Pantai Utara Jakarta dilakukan untuk menjamin perlindungan ekosistem, pelestarian hutan lindung, hutan bakau, dan biota lautnya. Pengembangan kawasan ini harus memperhatikan aspek peningkatan fungsi Pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan, jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas.
Hal ini dilakukan secara serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu. Lingkungan Hidup Jakarta (Klin-J), Walhi Jakarta dan OneWorld-Indonesia sebagai organisasi yang concern terhadap persoalan lingkungan hidup mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk meninjau ulang bahkan membatalkan proyek reklamasi Pantura Jakarta yang akan dimulai tahun 2009 mendatang. Menurut kami, tata ruang kota Jakarta secara keseluruhan sejatinya sudah tidak mampu menerima adanya penambahan kawasan komersial baru.
Defisit tanah bagi industri properti dan RTH seharusnya dijadikan pertanda bahwa daya dukung ekologi dan sosial Jakarta sudah tidak layak bagi munculnya kawasan komersial baru, bukan justru memaksakannya kehadiran kawasan komersial baru dengan proyek reklamasi. Pemprov DKI Jakarta harus segera duduk bersama dengan DPRD dan para pihak lainnya guna membahas persoalan reklamasi Pantura Jakarta dari prespektif tata ruang wilayah yang mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan ekologi dan sosial. Pemprov DKI Jakarta harus mulai berani membatasi pengaruh para juragan properti yang ingin tetap menancapkan bisnisnya melebihi daya dukung ekologi dikawsan pantai utara Jakarta Utara.

Senin, 10 Januari 2011

Camat Instruksikan Sidak KTP Tetap Dan KTP Sementara Dikecamatan Asemrowo

Camat Instruksukan Sidak KTP Tetap Dan KTP Sementara Dikecamatan Asemrowo
Upaya yang dilakukan oleh kecamatan asemrowo beserta jajarannya untuk dapat menertibkan data-data kependudukan rupanya untuk mengertakan sambal belaka. Terutama warga yang tinggala disebuah wilayah kecamatan asemrowo yang telah ditempat tinggalinya sudah lama menetap dikecamatan dan kelurahan itu tetapi, tidak memilki Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk tinggal dan menetap sementara atau memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli warga kecamatan asemrowo. Pasalnya dalam waktu dekat ini kecamatan akan melakukan sidak pendataan bagi warga yang sudah lama menetap dan lama tinggal dikecamatan asemrowo itu atau bahkan yang tinggal sementara dikecamatan asemrowo itu. Tetapi, belum juga memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli warga kecamatan dan kelurahan asemrowo itu dan juga belum memiliki Kartu Tanda Penduduk Sementara atau (KTPS) diwilayah kecamatan asemrowo.
Rencananya kecamatan setempat akan melakukan sidak kepemilikan Kartu Tanda Penduduk tetap dan Kartu Tanda Penduduk sementara tersebut pada akhir bulan desember 2009 ini, hingga awal tahun dan bulan januari 2010, kecamatan melakukan sidak tersebut bersama petugas dari kecamatan asemrowo dan akan didampingi langsung dari dinas kependudukan kota surabaya dan juga dari jajaran Satuan Polisi Pamong Praja kota surabaya. Pemeriksaan tersebut akan dilakukan serentak di lima kelurahan yang ada dikecamatan asemrowo. Yakni kelurahan Asemrowo,Genting,Greges,Kalianak,dan Tambak Langun. Operasi ini atau pemeriksaan KTP seperti ini seharusnya dilakukan setiap tahun minimal atau paling tidak lima tahun sekali maksimal, biasanya operasi seperti ini disebut oleh masyarakat operasi yustisi, operasi ini juga dipimpin langsung oleh bapak camat dari kecamatan asemrowo yaitu Bapak. Muhammad Afgani Wardhana. Diantara lima lokasi yang akan kami periksa lokasi yang telah diuta-utakan oleh Bapak. Muhammad Afgani Wardhana selaku camat asemrowo yang paling diutamakan adalah kelurahan asemrowo karena kelurahan asemrowo tersebut paling sangat krusial mengenai masalah kependudukan diantara kelurahan-kelurahan yang lainnya kata Afgani selaku camat asemrowo.
Dia mengatakan, bahwa wilayah kelurahan asemrowo tersebut memiliki angka keluar atau masuknya penduduk dari luar daerah yang cukup tinggi selama tahun 2009 ini. Hal itu terdeteksi bahwa wilayah kelurahan asemrowo banyak sekali ditempati oleh para penduduk dari luar surabaya atau pendatang musiman yang berasal dari luar kota surabaya, meski demikian mereka datang dengan kepentingan yang berbeda-beda ada yang untuk bekerja, ada juga yang menimba ilmu untuk mencari pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ada yang mencari nafkah untuk tambahan keluarga yang tinggal didesa tempat asal dll, mereka harus tahu dan menaati peraturan kependudukan yang berlaku dikelurahan asemrowo diwilayah itu. Dan dia harus tahu juga bahwa setiap warga yang berdatangan dari luar kelurahan asemrowo atau kota surabaya harus membuat Kartu Tanda Penduduk Sementara (KTPS) dan apabila penduduk tersebut bertempat tinggal lama dikelurahan asemrowo harus membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya yang telah ditetapkan oleh dinas kependudukan kota surabaya dan pemerintah kota surabaya.